KESENIAN BEROKAN
SENI
BEROKAN
Gambar 1. Pertunjukan umum
Berokan dengan aksesoris masa kini yang telah di modifikasi
Berokan adalah jenis kesenian
yang menirukan tingkah laku binatang singa atau macan jantan secara komedial.
Seseorang yang menjadi berokan mengenakan busana layaknya seekor singa atau
macan. Seluruh badannya tertutup property. Kepala singa atau macan terbuat dari
kayu, dengan dominasi wajah bercat merah, biji mata yang melotot, serta mulut
yang mangap-mingkem ( terbuka-tertutup) berbunyi “kaplok-kaplok”. Pada bagian
badan terbuat karung goni atau karung babut, sedangkan punggung atas terbuat
dari kulit macan loreng-loreng. Pada bagian ekor terbuat dari kayu lurus.
Gambar 2
. Berokan dengan aksesoris yang sudah dimodifikasi
Berokan bisa berbicara, berdialog,
maupun bernyanyi. Suara yang keluar tidak terlalu jelas vokalnya, karena si
pemain berokan besuara sambal meniupkan slompretan ( terompet terbuat dari
batang padi). Suara yang keluar lebih banyak berbunyi “tot-tot-toweeeet,
tot-tot-toweeeet…..” Gerakan berokan menirukan gerak-gerik binatang macan atau
singa. Sambal berbicara, berdialog atau bernyanyi, beragam pose, seperti bediri
dengan empat kaki, duduk, tengkurap terlihat lucu, sehingga menarik penonton
yang lama-lama membentuk lingkaran. Di tengah lingkaran itu berokan beraksi
diiringi para penabuh (nayaga). Alat tetabuhan yang di gunakan antaralain
kendang, terbang (rebana) besar dan kecil, kecrek, tuktukan, gong, dan terompet
kayu.
Ada kalanya berokan berlari-lari
ke luar arena, bahkan mengejar penonton yang berlarian sambal tertawa.
Anak-anak kecil seringkali menangis ketika aksi berokan yang mengejar penonton
ini. Julukan berokan kepet (tidak cebok) seringkali dialamatkan pada berokan
jenis ini, sebagai bentuk ekspersi humor kaerakyatan.
Dahulu, sebelum zaman islam,
bentuk kepala singa jantan yang terdapat dalam seni berokan melambangkan
keperkasaan. Bentuk tubuh raksasa melambangkan saksasa Syiwa-Dugra, sepetri
yang ada dalam agama Hindu. Pada zaman islam (abad ke-15), berokan ditafsirkan
sebagai barokaban (keselamatan). Nama tersebut diberikan oleh Pangeran
Cakrabuana atau Mbah Kuwu Sangkan. Merujuk pendapat T.D. Sudjana, berokan
diciptakan untuk menyadarkan masyarakat. Berokan juga digunakan untuk syiar
Islam di daerah-daerah. Tempat pertunjukan di perempatan jalan, alun-alun, dan
lahan kosong lainya.
Mbah Kuwu Sangkan yang esringkali
menjadi dalang (pemail) berokan dalam dakwahnya menyatakan bahwa (a) berokan
itu ibarat jasad manusia, dan dalang berokan adalah rohnya. Jika roh (dalang)
ada, maka jasad (berokan) bisa bergerak. Tetapi, apabila roh (dalang) tida ada,
jasad (berokan) tidak berarti apa-apa; (b) Roh itu tidak mati, tetapi hanya
meninggalkan jasad untuk kembali ke asalnya atau Sang Maha Pencipta; (c) agar
manusia selamat dunia-akhirat harus menjalankan sholat lima waktu dan
menjalankan rukun Islam, yaitu lima buah alat music terbang. Berokan juga
dipercaya sebagai tolak bala (mengusir penyakit) dari sebuah desa.
Nafas islami pada seni berokan
terletak pada maknanya. Apalagu awal milanya dibawakan Embah Kuwu Sangkan atau
Pangeran Cakrabuana dalam dakwah Islam. Secara mitos, berokan sebagai media
tolak bala dan kirab sawan (penyembuhan wabah penyakit) ysng mendatangkan
barokaban (keberkahan). Di sisi lain, berokan yang berwujud mitologi binatang
buaya, macan, dan raksasa dengan bunyi “plak-plok, plak-plok” ini dianggap
sebagai upaya menyadarkan masyarakat agar tidak takut terhadap Barong, semacam
Calon Arang dari Bali, yang seing meneror masyarakt. Hal ini terkait dengan
kepercayaan masyarakat akan adanya buta ijo.
Gambar 3.
Workshop Berokan Indramayu
Berokan yang berwujud seram itu
justru menghibur dan mengolok-olok makhluk gaib. Sebuah upaya simbolik untuk
mempertebal keimanan. Lebih dari itu secara filsafat berokan diibaratkan
sebagai jasad manusia, sedangkan pemainya adalah roh. Manakala roh (pemain)
masih dalam jasad (berokan), maka akan bergerak kesana-kemari. Apabila roh
telah keluar dari jasad, jasad pun akan nglumpruk tak berdaya. Sebuah upaya
mengingatkan kehidupan dunia yang nafsu dan kebebasan bergerak, tetapi diakhiri
oleh tibanya masa kematian
Penulis
: MUHAMAD JAYA NINGRAT
NIM : 18123118
Sumber
Tulisan : Buku Supali Kasim, BUADAY DERMAYU Nilai-nilai Hisoris, Estetis, dan
Transendental. Pestakadjati, 2013
SILAHKAN KLIK LINK DI BAWAH UNTUK MENONTON VIDIO
Comments
Post a Comment