BENGBEROKAN



BENGBEROKAN



Berokan atau Bengberokan, adalah kesenian rakyat yang hidup di daerah Cirebon dan Indramayu. Pemainnya mengenakan topeng yang terbuat dari kayu dan wajahnya menyerupai binatang atau raksasa yang menakutkan. Sepintas kurang lebih seperti kesenian Reak Yang ada di bandung.  Mulutnya lebar dan bisa digerakkan ke atas ke bawah sehingga jika digerakkan akan menghasilkan bunyi "plak-plok". Giginya nampak seperti binatang yang tengah menyeringai. Warna kedoknya merah dengan bola mata yang besar. Ujung topeng berokan disambung dengan selembar kulit kambing dan karung goni atau waring yang lebarnya diperkirakan bisa menyelimuti orang yang akan memainkannya. Panjangnya sampai setengah betis pemainnya. Di bagian ujungnya disambung dengan kayu yang dicat belang-belang merah putih sehingga mirip ekor ikan cucut. Jika akan dimainkan, maka pemain tersebut akan masuk ke dalam kurungan karung goni tersebut sehingga ia tidak kelihatan dan yang nampak hanya sebagian kakinya saja. Wujudnya seperti seekor binatang yang besar dan berbulu. 
Di dalam kurungan berokan tersebut, kedua tangan pemain memegang kepala berokan itu untuk digerak-gerakkan. Beberapa gerakannya antara lain menjilat-jilat badan dan kaki; menengok ke kiri dan ke kanan; mengatup-ngatupkan mulut; menggigit; dan sebagainya.  Mulut pemain tersebut mengulum sebuah benda yang disebut dengan empet, yang dibunyikannya pada saat dialog dengan pemain musik yang mengiringinya. Bunyi yang dihasilkannya sangat unik, dan segala apa yang diucapkannya hanya terdengar bunyi pet-petan, sehingga sukar dimengerti. Segala ucapan berokan yang hanya pet-petan itu biasanya diterjemahkan oleh seseorang yang berdialog dengannya




Oleh sebagian masyarakat Cirebon dan Indramayu, Berokan dipercaya sebagai penolak bala. Misalnya jika datang masa pageblug (epidemi penyakit), maka masyarakat yang terkena wabah penyakit tersebut akan menanggapnya. Selain itu juga ditanggap untuk ruatan bagi seseorang yang akan menempati rumah baru. Dalam ruatan rumah, berokan akan masuk ke dalam rumah yang diruat sambil mengatup-ngatupkan mulutnya, kemudian ia mengambil sebuah bantal dari kamar tidur. Pengambilan bantal adalah simbol dari penolak bala agar rumah tersebut terhindar dari segala gangguan dan penyakit.
Bentuk berokan yang dekat dengan bentuk-bentuk mitis totemistik dari binatang seperti buaya, wajah raksasa, dll., menunjukkan adaptasi budaya tersebut.
Bengberokan dimainkan juga pada upacara Ngunjung Buyut, yaitu upacara untuk menghormati arwah leluhur di pekuburan desa-desa tertentu.
Pada umumnya para pemain berokan adalah laki-laki. Untuk melibatkan penonton, Berokan digerak-gerakan dengan lincah, kedoknya dimainkan seakan-akan mau mengigit penonton. Efek spontanitas ketakutan penonton (terutama anak-anak) dimanfaatkan oleh pemain Berokan untuk semakin garang dan menghibur.
Pertunjukan Berokan diawali dengan tetalu dan kidung dalam bahasa ibu (Indramayu atau Cirebon), dilanjutkan dengan tarian Berokan yang lambat, perlahan-lahan untuk kemudian menjadi naik turun dan bergairah. Pertunjukan Berokan akan lebih menarik lagi, jika dimainkan di atas pecahan kaca (beling) dan menari-nari di atas bara api. Apabila pertunjukan Berokan dikaitkan dengan upacara tertentu, biasanya dilakukan Kirab Sawan, yakni upacara penyembuhan atau untuk keselamatan dan keberkahan. Kirab Sawan dilakukan setelah sesajen dan persyaratan lainnya lengkap.
Musik pengiring Berokan sangatlah sederhana, terdiri dari kendangterebangkecrek, dan bende (gong kecil) yang dimainkan oleh enam orang. Musiknya memang terasa monoton, namun demikian dinamika kadangkala muncul dari kendang dan kecrek, bersahutan dengan suara plak-plok dari kepala Berokan yang terbuka dan tertutup.

Menurut tuturan riwayat yang diwariskan secara turun-temurun di kalangan senimannya, bengberokan adalah warisan Pangeran Korowelang atau Pangeran Mina, seorang penguasa laut Jawa di wilayah Cirebon dan Indramayu. Namun terdapat pula tuturan yang juga diwariskan di kalangan seniman berokan, bahwa berokan merupakan kreasi Mbah Kuwu Pangeran Cakrabuana, ketika menyebarkan syiar Islam ke wilayah Galuh, sebagaimana yang dilakukan oleh para wali, menggunakan pertunjukan sebagai media syiar agama, ditujukan agar dapat mudah diterima lingkungan budaya pada saat itu.
Ada pendapat bahwa kata berokan berasal dari kata "barokahan" (keselamatan). Namun tampaknya keterangan tersebut hanya sebuah kirata (bahasa Sunda, yang artinya dikira-kira namun tampak nyata), sebuah gejala yang umum terjadi di dalam penamaan jenis seni rakyat.


-          www.disparbud.jabarprov.go.id


Nama: R. Ridwansyah Taufik P
Nim : 18123092

Comments

Popular posts from this blog

KAWIH WANDA ANYAR

KESENIAN BEROKAN

Helaran: KESENIAN REAK DOGDOG CINUNUK