Posts

Showing posts from July, 2019

BENGBEROKAN

Image
BENGBEROKAN Berokan atau Bengberokan, adalah kesenian rakyat yang hidup di daerah Cirebon dan Indramayu. Pemainnya mengenakan topeng yang terbuat dari kayu dan wajahnya menyerupai binatang atau raksasa yang menakutkan. Sepintas kurang lebih seperti kesenian Reak Yang ada di bandung.   Mulutnya lebar dan bisa digerakkan ke atas ke bawah sehingga jika digerakkan akan menghasilkan bunyi "plak-plok". Giginya nampak seperti binatang yang tengah menyeringai. Warna kedoknya merah dengan bola mata yang besar. Ujung topeng berokan disambung dengan selembar kulit kambing dan karung goni atau waring yang lebarnya diperkirakan bisa menyelimuti orang yang akan memainkannya. Panjangnya sampai setengah betis pemainnya. Di bagian ujungnya disambung dengan kayu yang dicat belang-belang merah putih sehingga mirip ekor ikan cucut. Jika akan dimainkan, maka pemain tersebut akan masuk ke dalam kurungan karung goni tersebut sehingga ia tidak kelihatan dan yang nampak hanya sebagian

KESENIAN SASAPIAN BUHUN CIHIDEUNG

Image
KESENIAN SASAPIAN BUHUN CIHIDEUNG Gambar 1. Kesenian Sasapian Kesenian Sasapian menurut etimologi berasal dari kata sa-sapi-an. Jadi Sasapian memiliki arti kata replika dari bentuk sapi tanpa ke empat kakinya yang dimainkan oleh manusia sebagai ciri khas utamanya. Sedangkan secara organology sasapian ialah kerangka boneka sapi yang terbuat dari bilah bambu yang dibuat sedemikian rupa menyerupai layaknya seekor sapi. Pada awalnya, kebudayaan yang ada di Desa Cihideung Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat ini ialah Selametan Irung-Irungan . Kebudayaan   ini merupakan rangkaian acara Ngaruat Bumi yang dilaksanakan masyarakat Desa Cihideung sejak 1938 silam, informasi ini diperoleh dari sebuah makalah penelitian yang ditulis oleh Rizki Rinaldi seorang mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia pada tahun 2015 yang mana ia memperoleh informasi tersebut dari salah seorang sesepuh Desa Cihideung yaitu Abah Endi. Seda

KAWIH WANDA ANYAR

KAWIH WANDA ANYAR Karawitan adalah salah satu jenis musik yang ada di beberapa wilayah di Indonesia seperti Jawa dan Bali. Istilah karawitan sendiri umumnya digunakan untuk menyebut musik tradisi namun, penyebutan istilah karawita ini tidak berlaku diseluruh Indonesia karena banyak musik tradisi atau musik nusantara yang cukup disebut dengan “musik”.             Menurut Dieter Mark dalam buku yang berjudul Pendidikan Musik Antara Harapan dan Realita (2001:22) yang menyatakan: Karawitan juga merupakan salah satu jenis musik yang khas bagi bangsa Indonesia (diisamping itu ,istilah karawitan itu sendiri   tidak dipakai untuk semua jenis musik di Indonesia!) dan “istilah”musik” sendiri tidak berarti   “musik barat.” Karawitan sendiri terbagi menjadi 2 jenis yaitu karawitan sekar dan karawitan gending (Instrumental).Se kar adalah istilah karawitan yang berarti vocal sedangkan gending adalah istilah yang berarti instrumental. Sebagamana dikemukakan oleh Tatang Benyamin Koswa

ANGKLUNG BUNCIS

Image
ANGKLUNG BUNCIS   Foto 1. Angklung buncis SMAN Negeri 24 Bandung dalam peringatan KAA Ke 58 (Cijambe/Ujungberung)             Angklung adalah alat musik tradisional yang terbuat dari bambu. Angklung diperkirakan telah tumbuh dan berkembang di Indonesia jauh sebelum masuknya Agama Hindu ke Indonesia. Melihat dari fakta sejarah berupa tulisan pada prasasti di daerah Sukabumi, Jawa Barat tahun 1903, dijelaskan bahwa ada beberapa pertimbangan pendapat mengenai asal mula seni Angklung, yang berakar dari budaya masyarakat Sunda di Tanah Pasundan (tanah tempat hidup orang – orang Sunda; lebih kurang wilayah Jawa Barat dan Banten sekarang). Hal tersebut merujuk pada bukti budaya bahwa penyebaran kesenian angklung lebih merata di wilayah Tatar Pasundan. Meskipun pada kenyataannya, dibeberapa wilayah diluar tatar pasundan, alat musik sejenis dapat ditemukan dalam beberapa tradisi masyarakatnya, seperti di masyarakat Ponorogo, Masyarakat Bali, Madura dan Kalimantan Barat. Alat musik

SENI PANTUN

Image
SENI PANTUN      Seni pantun merupakan seni yang sudah cukup tua usianya. Disebutkan dalam naskah Siksa Kanda ng Karesyan, yang ditulis pada tahun 1518 Masehi, bahwa pantun telah digunakan sejak zaman Langgalarang, Banyakcatra, dan Siliwangi. Ceritanya pun berkisar tentang cerita-cerita Langgalarang, Banyakcatra, Siliwangi, Haturwangi dan lain-lain yang disajikan oleh prepantun (tukang pantun). Pantun terdapat pula pada naskah kuno yang dituturkan oleh Ki Buyut Rambeng, yakni Pantun Bogor. Dalam perkembangannya, cerita-cerita pantun yang dianggap bernilai tinggi itu terus bertambah, seperti cerita Lutung Kasarung, Ciung Wanara, Mundinglaya Dikusumah, Dengdeng pati Jayaperang, Ratu Bungsu Kamajaya, Sumur Bandung, Demung Kalagan dll.      Masyarakat Kanekes yang hidup dalam budaya Sunda Kuna sangat akrab dengan seni Pantun. Seni ini melekat sebagai bagian dari ritual mereka. Adapun lakon-lakon suci Pantun Kanekes yang disajikan secara ritual seperti Langgasari Kolot, Langgasari